MENELUSURI SEJARAH ASAHAN DAN
TANJUNGBALAI MENDEKATI KEBENARAN
Untuk menelusuri kebenaran sejarah tentang asal-usul bermulanya Kota
Tanjungbalai, coba kita mundur jauh di bawah tahun 1612 M tahun dimana Sultan
Iskandar Muda menemukan sebuah kehidupan masyarakat di pesisir Sungai Asahan.
Mari kita bayangkan hanya beberapa rumah saja yang ada ditepian sungai itu dan
letaknyapun saling berjauhan.
Masa itu Selat Malaka sudah
menjadi rebutan sebagai bagian kekuasaan dari kerajaan-kerajaan besar di pesisir
Timur Sumatera dan Barat Semenanjung Malaya. Kesultanan Aceh dibawah kekuasaan
Sultan Iskandar Muda (masa kekuasaannya dari tahun 1607 s/d 1636) adalah
masa-masa yang paling jaya dimana hegemoni kekuasaannya sampai ke Semenanjung
Malaya (Perak dan Penang) dan bahkan menikahi Putri Pahang (Putroe Phang) yang
sangat dicintainya.
Suatu hari di tahun 1612 M armada
laut Kesultanan Aceh yang besar dan kuat yang langsung dipimpin oleh Sultan
Iskandar Muda melakukan pengejaran terhadap armada laut Sultan Johor (dari
Semenanjung Malaya) yang mencoba melakukan perjanjian dan hubungan kerjasama melalui
ikatan hubungan kekeluargaan antar kerajaan yang telah terbina sejak lama dengan
Kerajaan Aur (Langkat) yang notabene termasuk dalam kawasan hegemoni Kesultanan
Aceh.
Armada Laut Kesultanan Johor yang
dipimpin langsung Sultan Johor mendengar kabar bahwa pasukan Kesultanan Aceh
akan menyerang mereka segera kembali ke kapalnya dan lari pulang ke Semenanjung
Malaya. Dalam pengejaran Sultan Johor inilah Sultan Iskandar Muda sampai pada
sebuah muara yang sungainya lebar, itulah Kuala Bagan Asahan yang sekarang.
Untuk beristirahat mereka memasuki sungai yang lebar tersebut menyusuri
tepiannya. Sambil beristirahat, senjata-senjata yang mereka bawa perlu diasah
supaya teap tajam dan tidak berkarat. Mereka mencoba menggunakan daun-daun
rumput yang banyak tumbuh di sepanjang sungai itu yang dapat mengasah senjata
mereka. Sejak saat itu mereka menamai sungai itu dengan Sungai Asahan dan
kawasan sekitarnya dengan Asahan pada peta mereka.
Coba kita tinggalkan dahulu
Sultan Iskandar Muda bersama pasukannya lagi beristirahat di Sungai Asahan
ditengah-tengah pengejaran terhadap Sultan Johor dan pasukannya, sembari
mengasah senjata-senjata mereka dengan dedaunan tumbuh liar di sepanjang tepian
sungai.
Kita telusuri dahulu si Sungai
Asahan ini sampai melewati Teluk Dalam, Pulau Raja dan Bandar Pulau. Disini masa
itu (1612 M) sudah ada komunitas masyarakat yang dipimpin seorang penguasa
bernama Raja Margolang. Bandar Pulau merupakan kampung ramai sebagai pusat
kerajaan kecil itu, kampung ini terletak di tepian hulu Sungai Asahan,
sedangkan Pulau Raja adalah kawasan kekuasaan kerajaan yang dahulunya adalah
hutan belukar untuk dimanfaatkan oleh kerajaan dan rakyatnya mengambil hasil-hasil
hutan, hewan buruan serta sebagai lahan pertanian dan perkebunan untuk rakyat maupun
kerajaan. Sementara itu Teluk Dalam merupakan pelabuhan kecil kerajaan juga
pemukiman masyarakat nelayan.
Hikayat Hubungan Kekerabatan Kerajaan
Pinang Awan (Kota Pinang), Kerajaan Air Merah (Panai), dan Asahan
Sebelum kerajaan Asahan
berdiri terlebih dahulu telah berdiri kerajaan Pinang Awan. Kerajaan Pinang
Awan didirikan oleh Batara Sinomba atau disebut juga dengan Batara Gorga
Pinayungan yang berasal dari keturunan Minangkabau, anak dari raja Alamsyah
Syaifuddin keturunan raja Adithyawarman yang memerintah di kerajaan Pagaruyung
pada abad ke XV Masehi.
Raja Alamsyah Syaifuddin
( Raja Pagaruyung pada masa itu ) mengusir seorang anak kandungnya yaitu Batara
Gorga Pinayungan dan anak tirinya bernama Puteri Longgogeni dari negeri itu,
karena telah melakukan perbuatan yang tercela melanggar adat istiadat mengawini
satu garis turunan langsung ataupun satu marga.
Ketika mereka berdua
sedang berkemas untuk meninggalkan negeri tersebut, adik kandung Batara Gorga
Pinayungan yang bernama Batara Guru Payung bersikeras untuk ikut serta, tetapi
tidak diizinkan oleh ayah mereka Sultan Alamsyah Syaifuddin. Diam- diam Batara
Guru Payung ikut juga dengan mereka.
Mereka bertiga memutuskan
untuk berangkat ke Negeri Aceh, karena menurut kabar yang mereka dengar bahwa
negeri tersebut adalah negeri yang sangat makmur. Tanpa menunggu waktu lama
mereka pun berangkat menuju Utara dan sampai di suatu daerah yang bernama
Mandailing, karena beradat dan bersikap baik mereka diterima masyarakat, merekapun
menetap sementara ditempat tersebut.
Beberapa waktu kemudian
penduduk Mandailing mengetahui bahwa mereka bertiga adalah keturunan raja.
Karena daerah Mandailing masa itu belum memiliki raja, bermufakatlah para
penduduk untuk mengangkat salah seorang dari mereka bertiga untuk menjadi raja
di daerah Mandailing ini. Pilihan mereka jatuh kepada Batara Guru Payung (sang
Adik). Karena Batara Guru payung menyetujuinya maka dikawinkanlah dia dengan salah
seorang Puteri Mandailing dan dinobatkan menjadi raja Mandailing. Menurut
hikayat dari sinilah asal mula raja-raja Mandailing dan keturunannya.
Beberapa hari setelah
pengangkatan tersebut Batara Gorga Pinayungan ( Batara Sinomba ) dan Puteri
Longgogeni melanjutkan kembali perjalanan mereka untuk ke negeri Aceh dengan
dibekali dua ekor kuda dan bekal yang cukup. Ditengah perjalanan sampailah
mereka ditepi sungai Barumun. Karena hari telah senja dan sudah lelah maka
mereka memutuskan untuk beristirahat ditempat itu.
Keesokan harinya ketika
mereka terbangun dan hendak melanjutkan perjalanan, betapa takjubnya mereka
melihat pamandangan di daerah tersebut. Tak jauh dari tempat mereka
beristirahat ada sebuah pohon pinang yang sangat tinggi dan indah. Dari rasa
takjub akan keindahan daerah tersebut mereka pun bermufakat untuk tidak
melanjutkan perjalanan ke negeri Aceh akan tetapi menetap selamanya didaerah
itu yang mereka beri nama Pinang Awan.
Masa mereka itu Pinang
Awan hanya ada sekelompok penduduk yang terdiri dari dua marga yaitu marga Daposong
dan Tambak. Kedua marga tersebut dikepalai oleh Patoean Hadjoran.
Mendengar ada putera dari kerajaan Pagaruyung yang singgah didaerah mereka,
maka Patoean Hadjoran mengadakan penyambutan yang meriah, diangkatlah Batara
Sinomba menjadi raja di daerah Pinang Awan dengan gelar Sultan (Soetan)
Sinomba.
Dalam perjalanan
kepemimpinannya Batara Sinomba menjadi raja yang sangat arif dan bijaksana.
Dengan kearifannya dan kepintarannya semakin lama kampung tersebut semakin besar
hingga menjadi sebuah kerajaan yang diberi nama Kerajaan Pinang Awan dengan
letak pusat pemerintahannya dikenal denan nama Hotang Momo (Hotang Mumuk).
Batara Sinomba kemudian
menikah lagi dengan seorang puteri dari Marga Daposong dan dikaruniai seorang
Putera yang diberi nama Mangkuto Alam dan seorang anak puteri. Puteranya
menjadi raja di Air Merah dengan gelar Sultan Mangkuto Alam dan mempunyai dua
orang isteri dan seorang selir. Isteri kedua beliau adalah anak dari raja
Angkola. Dari kedua orang isterinya tersebut beliau dikaruniai 3 (tiga) orang
putera dan 2 (dua) orang puteri yaitu : Tengku Husin, Tengku Abbas, Tengku
Karib, Puteri Ungu Selendang Bulan dan Puteri Medja. Dari selirnya beliau juga
dikaruniai seorang putera, dengan kelicikannya berhasil mempengaruhi Raja Air
merah untuk mengangkat anaknya sebagai pengganti Raja Air Merah. Tengku Husin
dan Tengku Abbas diusir oleh ayahnya dari kerajaan Air Merah yang dikenal
dengan nama Kerajaan Panai.
Tengku Husin dan Tengku
Abbas tidak senang dengan hal ini dan membawa ibu mereka (permaisuri yang sah)
menghadap Sultan Aceh (Sultan Iskandar Muda pada masa itu) untuk meminta
bantuan. Dengan kebijaksanaannya Sultan Aceh mengutus salah seorang Panglimanya
Raja Muda Pedir untuk menyelesaikan sengketa di Kerajaan Panai tersebut.
Raja Muda Pedir dengan
dibekali armada perang kerajaan Aceh berangkat ke Air Merah, terjadilah
pertempuraan disana. Dalam pertempuran tersebut Sultan Mangkuto Alam mati
terbunuh di bawah pohon jambu. Dan karena itu beliau diberi gelar Marhum
mangkat dijambu. Dengan terbunuhnya Sultan Mangkuto Alam, sengketa pun berhasil
diselesaikan. Sebagai hadiah atas bantuan Sultan Aceh tersebut Tengku Abbas dan
Tengku Husin beserta ibunya bersepakat untuk menyerahkan kedua orang adik
perempuan mereka yaitu Siti Ungu Selendang Bulan dan Siti Medja sebagai hadiah
kepada Sultan Aceh untuk dijadikan Isteri.
Kembali kita jumpai
Sultan Iskandar Muda dan pasukannya yang sedang beristirahat sambil merawat
persenjataannya. Sultan melihat dari hulu hanyut kulit nangka dan beberapa
potong tungkul jagung, menandakan di hulu ada berdiam manusia. Ia perintahkan
pasukannya untuk menyusuri sungai ke hulu untuk memastikannya. Sampailah mereka
di pertemuan dua buah sungai.
Disini mereka melihat sudah ada beberapa rumah
penduduk dan tempat para nelayan menambatkan perahunya. Sultan memerintahkan
kepada beberapa prajuritnya dengan bersenjata untuk naik ke daratan dan
menjumpai pemuka disitu untuk dibawa ke hadapannya. Dari beberapa penduduk yang
mereka tanyakan tidak ada satupun yang mengerti bahasa mereka (bahasa Aceh).
Dengan bahasa isyarat akhirnya mereka dijumpakan penduduk dengan seorang pintar
Haro Haro bernama Bayak Lingga yang bisa mengerti sedikit bahasa Aceh. Akhirnya
komunikasipun lancar, merekapun disambut dengan baik. Penduduk kampung ini
datang berduyun-duyun menyaksikan sandarnya sebuah Kapal Perang Besar dari
Kerajaan Besar Aceh dengan dipimpin langsung Sultan Iskandar Muda yang sudah
lama mereka dengar kemasyhurannya. Penduduk melalui Bayak Linggapun meminta
mereka dapat beristirahat disini untuk beberapa hari untuk memulihkan kebugaran
sambil memuat logistiknya.
Sultan Iskandar Muda
memutuskan pasukannya beristirahat disitu karena tak mungkin lagi masuk lebih
ke hulu ke tempat pusat kerajaan kecil ini (Bandar Pulau) karena sungai semakin
kecil dan mendangkal dan tak dapat dilayari kapal besar mereka. Di Di kapal
Sultan Iskandar Muda meminta kepada Bayak Lingga untuk menyampaikan kepada
penguasa daerah itu (Raja Margolang) untuk membangun “balai-balai” sebagai
tempat menghadap di ujung tanjung itu dan menamai kawasan tersebut sebagai
Asahan dan tunduk kepada Kesultanan Aceh. Raja Margolang melalui Bayak Lingga
memenuhinya karena takut akan kekuatan pasukan serta kebesaran Kerajaan Aceh
yang sudah menghegemoni Wilayah Timur Sumatera bahkan Pantai Barat (Kerajaan
Pagaruyung). Bandar di ujung tanjung inilah akhirnya berkembang menjadi Tanjung
Balai seperti sekarang ini.
Sementara itu Kerajaan
Panai kembali bangkit dan menjadi sebuah kerajaan yang makmur. Tengku Husin dan
Tengku Abbas teringat dengan kedua adik perempuan mereka yang berada di
Kerajaan Aceh. Karena rasa rindu akhirnya mereka memutuskan berangkat ke Kerajaan
Aceh untuk menemui adik perempuan mereka tersebut. Sebelum berangkat mereka
singgah ke Asahan untuk mengajak salah seorang pemuka disana yang pernah
bertemu dengan Sultan Aceh sebelumnya dan mengerti dengan bahasa Aceh, Bayak
Lingga Karo-karo dan ia setuju untuk
menemani mereka menemui Sultan Aceh.
Setibanya mereka di
Negeri Aceh, mereka menemukan banyak pendatang dari luar Aceh yang berdatangan
ke negeri tersebut karena disana sedang berlangsung sayembara Sabung Ayam (
Laga ayam ) dengan hadiah yang besar. Sultan Iskandar Muda pun ikut ambil
bagian dalam sayembara tersebut karena beliau memang senang. Akan tetapi sangat
disayangkan ayam milik Sultan banyak yang mengalami kekalahan dari ayam orang
Bugis. Mungkin ini jalan yang diberikan oleh Tuhan, mereka bertiga kemudian
mencari beberapa ekor ayam untuk dibentuk dan dilatih sebagai petarung. Orang
Air Merah (Panai) masa itu memang terkenal ahli dalam sabung ayam, tidak berapa
lama mereka telah memiliki beberapa ekor ayam yang telah dilatih dan siap
dilaga untuk diserahkan kepada Sultan Iskandar Muda.
Sultan Iskandar Muda
sangat terkejut dan senang karena ayam pemberian mereka banyak yang mengalami
kemenangan dalam sayembara tersebut. Akhirnya setelah melewati beberapa sesi pertandingan
ayam milik Sultan Iskandar Muda berhasil menjadi juara dalam sayembara
tersebut. Atas jasa mereka itu Sultan Iskandar Muda mengundang mereka bertiga
dalam acara Jamuan Makan serta menawarkan hadiah apa yang mereka
inginkan. Mendengar hal ini mereka bertiga memohon waktu untuk bermufakat
dan tak lama kemudian mereka bertiga
kembali menemui Sultan Iskandar Muda untuk mengajukan permintaan sebagai hadiah
yang ditawarkan oleh Sultan.
Sultan Iskandar Muda sebenarnya
sudah merasa apa yang akan mereka pinta, yaitu meminta kedua orang adik
perempuan mereka yaitu Siti Ungu Selendang Bulan dan Siti Medja untuk dapat dibawa
pulang ke Kerajaan Panai. Dengan kearifan seorang Sultan Besar serta teguh
dengan janjinya Sultan Iskandar Muda pun mengabulkan permintaan mereka dengan
beberapa syarat. Pertama : Karena pada
saat itu Siti Ungu Selendang Bulan sedang mengandung, maka sebelum anak yang
dikandungnya lahir dia tidak boleh dikawinkan dengan siapa pun. Kedua : Jika
anak yang dilahirkannya tersebut adalah seorang Putera maka anak tersebut harus
diangkat menjadi raja di Asahan. Mereka bertiga menyetujui syarat tersebut dan
langsung bersiap-siap untuk berangkat pulang ke Air Merah (Panai).
Sebelum mereka berangkat
Sultan Iskandar Muda memberikan dua pucuk surat dan berpesan kepada mereka agar
singgah terlebih dahulu di Pasai (Aceh Tamiang) untuk membawa serta anak
Sakmadiraja, keturunan dari kampung sungai Tarap Minangkabau. Tujuannya agar
menjadi saksi hamilnya Siti Ungu Selendang Bulan dan menjadi pengasuh selama
anak tersebut beranjak dewasa. Sedangkan surat kedua ditujukan kepada Raja
Pasai agar ia setuju untuk melepaskan anak Sakmadiraja tersebut untuk berangkat
bersama mereka.
Setelah menerima pesan
dan dua pucuk surat tersebut mereka pun berangkat melalui lautan dengan
disaksikan oleh Sultan Iskandar Muda. Seperti yang dipesankan sebelum menuju
kampung halaman mereka singgah ke Pasai terlebih dahulu untuk menyerahkan surat
untuk membawa anak Sakmadiraja bersama mereka.
Setelah mereka tiba di
Air Merah ((Panai), beberapa bulan kemudian Siti Ungu Selendang Bulan pun melahirkan
seorang putera yang diberi nama Abdul Jalil Rahmatsyah.
Setelah melahirkan Abdul Jalil Rahmatsyah dan mendapatkan gelar Tengku dari Kesultanan Aceh (sesuai perjanjian dengan Sultan Iskandar Muda) barulah Siti Onggu (Siti Ungu Selendang Awan) menikah dengan Bayak Lingga Haro-Haro. Setelah masuk Islam, Haro-haro ini bernama Raja Bolon. Dari pernikahan ini lahir putranya yang bernama Abdul Karim, yang disebut bangsawan Bahu Kanan. Haro-haro menikah lagi dengan putri Raja Simargolang dan memperoleh dua putra, masing-masing bernama Abdul Samad dan Abdul Kahar. Keturunan mereka disebut bangsawan Bahu Kiri.
Makanya di
Kesultanan Asahan keturunannya ada yang bergelar Tengku dan Raja. Untuk
bangsawan yang bergelar Tengku adalah keturunan dari T. Abdul Jalil Rahmadsyah. Sedangkan Raja (Bahu Kanan)
adalah keturunan dari Raja Abdul Karim (putera T. Siti Ungu Selendang Bulan dan
Raja Bolon/Bayak Lingga Haro-Haro). Dan Raja (Bahu Kiri) adalah keturunan dari
Raja Abdul Samad dan Abdul Kahar (putera dari Raja Bolon/Bayang Lingga
Haro-Haro yang mengawini Putri Raja Margolang).
Disamping itu
adapula gelar Datuk Muda yang merupakan kerabat istana pemangku jabatan di
Kerajaan Asahan.
Cicit Sultan Asahan I yang bernama Sultan Abdul Jalil II pernah membantu Raja Ismail dalam merebut tahta Siak dari tangan Raja Alam (1771). Setelah berhasil, maka Siak memberinya gelar “Yang Dipertuan”. Berdasarkan gelar ini, Sultan Yahya dari Siak dalam suratnya kepada Gubernur Belanda di Melaka pada tahun 1791 menyebutkan bahwa Asahan adalah jajahannya dan ini ditentang oleh Asahan sendiri.
Cucu Sultan Abdul Jalil II adalah Raja Musa dan Raja Ali. Raja Musa menjadi raja di Asahan. Ketika Raja Musa mangkat, putranya masih dalam kandungan. Oleh karena itu pemerintahan digantikan oleh adiknya, Raja Ali. Raja Ali mempunyai seorang putra yang bernama Husin dan seorang putri yang bernama Raja Siti. Raja Siti menikah dengan Sultan Deli dengan mas kawin daerah Bedagai, dan putra yang lahir dari pernikahan tersebut harus menjadi raja di Bedagai.
Sultan Musa mempunyai putra bernama Raja Ishak. Ketika Sultan Musa mangkat, di Asahan pecah perang saudara antara Raja Husin (putra Sultan Ali) dengan Raja Ishak (putra Sultan Musa). Situasi ini ditemui John Anderson ketika ia berkunjung ke Asahan pada tahun 1823. Perang saudara itu diakhiri dengan perdamaian. Dalam perdamaian ditetapkan bahwa Raja Husin menjadi sultan dan Raja Ishak menjadi Rajamuda Asahan merangkap Raja Kualuh-Leidong.
Pada tahun 1835, Sultan Ismail dari Siak menyerang Asahan. Angkatan perang Siak yang dipimpin oleh Tengku Panglima Besar berhasil menundukkan Asahan. Pengganti Sultan Husin adalah putranya, yaitu Sultan Ahmadsyah (1854). Sultan Ahmadsyah ini terkenal gigih dalam melawan Belanda dan akhirnya dibuang ke Ambon oleh Belanda pada tahun 1865.
Ketiga putra Marhum Mangkat Di Jambu yaitu Raja Indera, Raja Segar, dan Raja Awan masing-masing diberi kekuasaan dan wilayah sendiri. Raja Indera sebagai putra tertua menetap di Kumbul dan menjadi zuriat Raja Panai dan Raja Bilah. Raja Segar menetap di Sungai Tunas dan Raja Awan menjadi zuriat Raja-raja Kotapinang.
Ketika pasukan Siak ke Panai dan Bilah pada tahun 1835, raja-raja tersebut tunduk dan diharuskan membantu menyerang Asahan. Akan tetapi Panai membantu setengah hati, sehingga serangan Siak gagal. Namun, tentara Siak sempat masuk ke Panai dan Raja Sultan Mangedar Alam lari ke Kotapinang. Raja Kotapinang, Sultan Busu, berikrar dengan Raja Panai menentang Siak, tetapi ternyata Kotapinang ingkar janji, sehingga Panai terpaksa meminta ampun dan membayar upeti sebesar $2.000 pada Siak.
Cicit Sultan Asahan I yang bernama Sultan Abdul Jalil II pernah membantu Raja Ismail dalam merebut tahta Siak dari tangan Raja Alam (1771). Setelah berhasil, maka Siak memberinya gelar “Yang Dipertuan”. Berdasarkan gelar ini, Sultan Yahya dari Siak dalam suratnya kepada Gubernur Belanda di Melaka pada tahun 1791 menyebutkan bahwa Asahan adalah jajahannya dan ini ditentang oleh Asahan sendiri.
Cucu Sultan Abdul Jalil II adalah Raja Musa dan Raja Ali. Raja Musa menjadi raja di Asahan. Ketika Raja Musa mangkat, putranya masih dalam kandungan. Oleh karena itu pemerintahan digantikan oleh adiknya, Raja Ali. Raja Ali mempunyai seorang putra yang bernama Husin dan seorang putri yang bernama Raja Siti. Raja Siti menikah dengan Sultan Deli dengan mas kawin daerah Bedagai, dan putra yang lahir dari pernikahan tersebut harus menjadi raja di Bedagai.
Sultan Musa mempunyai putra bernama Raja Ishak. Ketika Sultan Musa mangkat, di Asahan pecah perang saudara antara Raja Husin (putra Sultan Ali) dengan Raja Ishak (putra Sultan Musa). Situasi ini ditemui John Anderson ketika ia berkunjung ke Asahan pada tahun 1823. Perang saudara itu diakhiri dengan perdamaian. Dalam perdamaian ditetapkan bahwa Raja Husin menjadi sultan dan Raja Ishak menjadi Rajamuda Asahan merangkap Raja Kualuh-Leidong.
Pada tahun 1835, Sultan Ismail dari Siak menyerang Asahan. Angkatan perang Siak yang dipimpin oleh Tengku Panglima Besar berhasil menundukkan Asahan. Pengganti Sultan Husin adalah putranya, yaitu Sultan Ahmadsyah (1854). Sultan Ahmadsyah ini terkenal gigih dalam melawan Belanda dan akhirnya dibuang ke Ambon oleh Belanda pada tahun 1865.
Ketiga putra Marhum Mangkat Di Jambu yaitu Raja Indera, Raja Segar, dan Raja Awan masing-masing diberi kekuasaan dan wilayah sendiri. Raja Indera sebagai putra tertua menetap di Kumbul dan menjadi zuriat Raja Panai dan Raja Bilah. Raja Segar menetap di Sungai Tunas dan Raja Awan menjadi zuriat Raja-raja Kotapinang.
Ketika pasukan Siak ke Panai dan Bilah pada tahun 1835, raja-raja tersebut tunduk dan diharuskan membantu menyerang Asahan. Akan tetapi Panai membantu setengah hati, sehingga serangan Siak gagal. Namun, tentara Siak sempat masuk ke Panai dan Raja Sultan Mangedar Alam lari ke Kotapinang. Raja Kotapinang, Sultan Busu, berikrar dengan Raja Panai menentang Siak, tetapi ternyata Kotapinang ingkar janji, sehingga Panai terpaksa meminta ampun dan membayar upeti sebesar $2.000 pada Siak.
Koreksi. Bukan Daposong, tapi Dasopang. Marga Dasopang dan Tambak yang mendiami pertama Labuhan Batu dan Paluta.
BalasHapusgan aku mw nanyak ni
BalasHapusistana kerajaan tanjung balai dulu dimana ya..
bisa tunjukin foto nya ngak.....
thanks.....
Menurut cerita sih , lapangan sultan abdul jalil rahmadsyah itu halaman dari kerajaan tanjung balai , tapi letak pasnya gatau entah dimana ,semoga bermanfaat
HapusWah terimakasih pak silsilahnya
BalasHapusii777711811
BalasHapus