Rabu, 25 Juni 2014

LAPANGAN PASIR TANJUNGBALAI DALAM SEJARAH



                                        RIWAYAT LAPANGAN PASIR TANJUNGBALAI

Lapangan Pasir Tanjungbalai populer disebut oleh muda mudi Kota Kerang dengan "Lapas", padahal penyebutan ini bagi daerah lain maupun Indonesia secara umum adalah singkatan dari Lembaga Pemasyarakatan. Makanya jangan heran bila masyarakat luar jikalau berkunjung ke kota ini jika ingin mencari kuliner khas muda mudi Tanjungbalai akan ditawarkan  dan dibawa para abang beca maupun penarik RBT (ojek) ke "Lapas" ini karena disana banyak ditemukan jajanan istimewa khas Lapas Tanjungbalai.
Lapangan Pasir Food CourtTanjungbalai sejak sore hari mulai dipenuhi para pedagang pisang kopit, jagung bakar sebagai kuliner khas muda mudi Tanjungbalai juga dengan menyediakan minuman ringan air kelapa muda dan minuman botol lainnya. Mereka mulai menggelar lapaknya masing-masing dengan mengatur kursi-kursi, meja-meja dan tenda-tenda plastik di pulau serta bahu jalan sepanjang "Pasar Tongah" Lapangan Pasir. Tempat ini menjadi primadona muda mudi bahkan anak-anak sampai orang tua untuk sekedar mencari angin sembari menikmati makanan dan minuman ringan bersama pasangan, teman, ataupun keluarga di sore ataupun malam hari. Pada malam Kamis dan malam Minggu kawasan ini lebih ramai dari malam lainnya dipenuhi pasangan muda mudi  bersepeda motor terparkir rapi di sepanjang "Pasar Tongah". Pasar Tongah disini maksudnya bukan pasar tempat berjualan, tapi jalan yg letaknya di tengah diantara Stadion Asahan Sakti dan Lapangan Pasir. (Penulis : Pasar dalam pengertian masyarakat Tanjungbalai adalah jalan).
Pada awalnya dahulu semasa penulis masih duduk di bangku SMA (sekitar tahun 80an), hanya seorang pedagang yang memulai berjualan jagung bakar dan pisang kopit disini, yaitu Kak Idar. Kak Idar ini adalah tetangga kami, tinggal bersama anak-anaknya di Semenanjung dekat jembatan Pantai Burung. Kak Idar ini sedari mudanya sudah saya kenal karena orang tuanya yang orang Minang itu adalah tetangga kami di Gg. Andalas (sekarang Gang Aster dekat terminal lama). Ayahnya seorang tukang pangkas yang cukup senior masa itu di Tanjungbalai, karena sejak mudanya beliau sudah menjalankan profesinya ini. Ia membuka “kedai pangkasnya” di Jalan Cokroaminoto Tanjungbalai di barisan antara Bioskop Horas dan Bioskop Garuda waktu itu. Ibunda Kak Idar yang kami panggil one (uni) membantu ekonomi keluarga dengan membuat aneka kue basah tradisional di rumahnya dibantu anak-anaknya (Kak Idar dan adik-adiknya seperti Kak Upik, Kak Adek, dan Wati). Kue-kue basah produksi One ini dijajakan para anak anak sekitar lingkungan mereka itu dengan berjalan kaki dari lorong ke lorong bahkan sampai ke kampung lain di wilayah Tanjungbalai. Penjaja kue ini yang masih saya ingat seperti Sintong, Butet, Umpang dan beberapa orang lainnya yang masih duduk dibangku Sekolah Dasar. Mereka mendapat persen dari setiap potong kue hasil penjualannya. Kue kue One terkenal enak dan lezat juga murah harganya. Kue-kue One selalu laris dan habis, hingga akhirnya beberapa keluarga di kampung kami itu mengikuti bisnisnya dengan mengolah dan memproduksi kue kue basah tradisional sejenis seperti kue lapis, kue jagung, kue cara, kue lumpang, lepat ubi, lepat nagasari, ombus ombus, dll secara rumahan.
Kembali kita ke cerita Kak Idar. Setelah dewasa Kak Idar dilamar dan berkeluarga dengan Bang Duan seorang putera Pulau Simardan berprofesi sebagai tukang beca. Setelah anak pertama mereka (Awaluddin) lahir mereka berumah sendiri di Semenanjung (Pantai Burung). Setiap sore ia dan suami (setelah pagi sampai siangnya menarik beca) dibantu dua orang putri mereka (si kembar, sang putra sulung “Awaluddin” bertugas sebagai Marinir di Jakarta, seorang lagi putri keduanya Linda meninggal kecelakaan di Jakarta) mempersiapkan segala sesuatunya seperti panggangan, kipas dari pandan, arang, bangku kayu kecil (untuk tempat duduk Kak Idar sewaktu membakar jagung atau pisang), sebotol minyak lampu, sekaleng mentega, bumbu dan saus, gula, garam, beberapa sisir pisang kepok dan segoni gandum jagung mentah. Hampir setiap sore aktifitas mereka itu tetap saya lihat, sebab harus melintasi jalanan gang depan rumah kami dari rumah One (barang-barang perlengkapan jualan mereka simpan disitu karena dekat ke tempat berjualan) menuju Lapangan Pasir.
Diawal-awal merintis jualan itu Kak Idar belum menyediakan tempat duduk bagi pembeli dan tidak memakai tenda. Pembeli yang diharapkan sebagai pelanggan adalah para muda mudi yang biasanya berolahraga disana. Pasar Tongah itu dibangun Pemko Tanjungbalai sebagai fasilitas olahraga bagi masyarakat untuk velodrom sepatu roda dan jogging track, juga dilengkapi taman, lampu-lampu bercorak ikan, udang, dan kerang sebagai ciri khas Kota Tanjungbalai. Taman ini juga dibuatkan bangku-bangku beton sehingga terlihat indah dimasa itu. Pada masa itu lapangan pasir dimanfaatkan masyarakat untuk bermain sepak bola dan bola volley di dua lapangan yang juga dibangun Pemko Tanjungbalai.
Dari hari kehari dan berkat kesungguhan berusaha Kak Idar bersama keluarga akhirnya dagangannya semakin laris, setiap sore sampai malam hari selalu ditongkrongi pembeli utamanya para muda mudi baik pribumi maupun warga turunan di kota ini. Sejak saat itu mulailah Kak Idar (Syamsidar) dan Bang Duan (Ridwan) memperbaiki lapaknya dengan menyediakan beberapa kursi, meja plastik dan tenda untuk memenuhi dan melayani ramainya pelanggan yang sudah tak cukup lagi duduk di bangku taman. Hingga akhirnya bisnis ini mulai dilirik masyarakat lainnya dengan didominasi warga sekitar Lapas seperti dari Semenanjung, Gang Malaka, Gang Turang, dan Lorong Pucuk. Ironisnya seiring pertambahan pedagang yang berjualan di kawasan itu makin hilang pula keindahan taman apalagi fasilitas olahraga sepatu roda sesuai  peruntukan pembangunannya. Kawasan bermain anak-anak dan remaja tergantikan menjadi arena pamer sepeda motor dan tempat kongkow kongkow para muda mudi Tanjungbalai yang puncaknya terjadi pada malam Kamis dan malam Minggu.
Mari kita tinggalkan dahulu Kak Idar Cs, untuk mengetahui tentang sejarah berdirinya Lapangan Pasir sebagai alun alun kota Tanjungbalai ada baiknya kita tinjau masa lalunya. Keberadaan lapangan pasir tak terlepas menjadi perhatian Pemko Tanjungbalai. Dengan melakukan beberapa kali pertemuan antara pihak Pemerintah Kota Tanjungbalai dengan pihak ahli waris Kesultanan Asahan akhirnya dicapai kata sepakat dan kerelaan pihak ahli waris Kesultanan Asahan untuk menyerahkan aset kerajaan itu kepada masyarakat Tanjungbalai melalui Pemko Tanjungbalai secara Ijab sekitat tahun 2002 dimasa Walikota dr. Sutrisno Hadi, SpOG. Sebagai penghormatan dan penghargaan kepada Kesultanan Asahan maka lapangan ini ditabalkan melalui sebuah Perda Tanjungbalai dengan nama Lapangan Sultan T. Abdul Djalil Rahmadsyah (Sultan I Asahan).
Dahulunya Lapangan Pasir ini adalah tanah rendah berawa-rawa yang terbentang di depan Istana Asahan (bangunannya telah dirubuhkan sekitar awal 80an). Pada masa Tanjungbalai dipimpin seorang Walikota Patuan Naga Nasution dilaksanakan pengerukan Sungai Silau dan Sungai Asahan yang mulai mendangkal menggunakan Anggaran Pusat.
Kerukan dari sedimentasi lumpur dan pasir Sungai Silau dibuang melalui pipa besar ke daerah Pante Olang akhirnya timbul sebuah daratan baru "Beting Semelur" tempat bak air dang pengolahan PDAM Tirta Kualo sekarang. Kerukan Sungai Istana sampai Sungai Bengkel dibuang melalui pipa besar dan panjang ke rawa rawa depan komplek Istana Asahan menjadi "Lapangan Pasir", yang sekarang berubah pula menjadi alun alun kota. Sedangkan kerukan dari Muara Sungai Silau di Sungai Asahan buangannya menjadi daratan "Beting Seroja" di SS. Denki.
Pada awalnya dengan kemunculan dua "Beting" baru dan satu lapangan ini banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai daerah rekreasi baru. Masyarakat sering mengadakan semacam bazar dan pasar malam. Berbagai hiburan seperti band (masa itu terkenal Band The Pegneg, milik Pemkab Asahan karena Tanjungbalai juga berada di bawah teritorial Kabupaten Asahan), pemilihan Raja dan Ratu, ronggeng serta permainan lainnya seperti kuda pusing, tong setan bahkan batu gelang dan judi kim ada disana. Lapangan Pasir ini dulu sebelum diserahkan pengelolaannya kepada Pemko, juga sering dipakai para pebisnis hiburan sebagai tempat pertunjukan dengan mendatangkan Klub Circus dari China (Oriental Circus) dan dari India (Holiday Circus). Seringnya lapangan ini sebagai tempat hiburan membekas di kehidupan masyarakat Tanjungbalai terutama kaum mudanya. Mungkin karena itulah menjadi kebiasaan pada muda mudi Tanjungbalai menjadikan Lapangan Pasir sebagai pusat untuk berkumpul (atau sekedar berkeliling, kata orang iseng "bertawaf”) utamanya pada Malam Minggu dan Malam Kamis walaupun sebenarnya tiada hiburan disana pada malam itu. Malam Kamis menjadi tradisi di kalangan kawula muda Tanjungbalai sebagai medio mingguan atau anak malam Minggu.
Melihat salah kaprahnya sebagian besar kaum muda Tanjungbalai maka sekitar tahun 2000 an (setelah diserahkan ahli waris Kesultanan Asahan ke Pemko Tanjungbalai) lapangan ini direnovasi dengan membangun alun alun atapnya bermotifkan kerang dan dilengkapi dengan sarana kamar mandi serta dipasang pagar sekelilingnya. Upacara Bendera Hari Hari Besar Nasional serta acara acara besar seperti Hari Jadi Tanjungbalai pada setiap tanggal 27 Desember, Pameran dan Festival maka Lapangan Pasir ini menjadi pilihan.

Rabu, 18 Juni 2014

Legenda Ikan Terubuk





SYAIR IKAN TERUBUK 


Dikutip dari: Antologi Syair Simbolik dalam sastra Indonesia Lama (Depdikbud, Jakarta: 1980)




Bismillah itu permulaan kalam
Dengan nama Allah Khalik Al-‘alam
Melimpahkan rahmat siang dan malam
Kepada segala mukmin dan Islam

Mula dikarang ikan terubuk
Lalai memandang ikan di lubuk
Hati dan jantung bagai serbuk
Laksana kayu dimakan bubuk

Asal terubuk ikan puaka
Tempatnya konon dilaut Malaka
Siang dan malam berhati duka
Sedikit tidak menaruh suka

Pagi dan petang duduk bercinta
Berendam dengan airnya mata
Kalbunya pekat menderita
Karena mendengar kabar berita

Pertama mula terubuk merayu
Berbunyilah guruh mendayu-dayu
Senantiasa berhati sayu
Terkenang putri ikan puyu-puyu

Putri puyu-puyu konon namanya
Didalam kolam konon tempatnya
Cantik majelis barang lakunya
Patutlah dengan budi bahasanya

Kolam tu konon di tanjung padang
Disanalah tempatnya terubuk bertandang
Tempat putri berparas gemilang
Hancurlah hati terubuk memandang

Putih kuning tubuhnya tentu 
Seperti emas sepuluh mutu 
Bertautan dengan tingkahnya laku 
Mata memandang tidaklah jemu

Kecil molek pinggangnya lampai 
Rambutnya seperti mayang mengurai 
Berpatutan pula dengannya perangai 
Sembarang kerja ianye pandai

Pinggangnya rampai dadanya bidang 
Apatah lagi lehernya jenjang 
Pipinya seperti pauh dilayang 
Siapa melihat berhati sayang

Dahinya bagai sehari bulan 
Sangatlah manis sembarang kelakuan 
Sangatlah elok member rawan 
Patutlah dengan asalnye badan

Telinganya seperti taruh angsoka 
Seperti kuntum hidungnya juga 
Siapa melihat berhati duka 
Orang memandang berhati suka

Matenya bulat terlalu manis 
Siapa melihat kasihnye habis 
Laksana Galuh Ratna Wilis 
Lengannya lentik sangatlah majlis

Giginya putih sangat bercahaya 
Siape melihat kasihkan dia 
Lakunye manja sangat bergaya 
Dengannya tuan padanlah dia

Bibirnya manis amat dermawan 
Lalai melihat laki-laki perempuan 
Patut dipujuk di dalam pangkuan 
Seperti anakan turun di awan

Pahanya seperti paha belalang 
Siapa melihat berhati walang 
Duduk bercerita pagi dan petang 
Di dalam tidur rasanye datang

Betisnya bagai batangnya padi 
Berpatutan pula dengannya jari 
Kukunya kecil seperti tali 
Makin dipandang bertambah berahi

Tumitnya bagai telurnye burung 
Laki perempuan heran termenung 
Patut ditimang serta didukung 
Tiade berbanding di dalam kampung

Jikalau ia melakukan senyum 
Laksana buah masaknye ranum 
Parasnye seperti ratanya Anom 
Seperti syarabat akan diminum

Jikalau ia mengeluarkan kata 
 Halus manis jangan dikata  
Tiadalah janggal dipadang mata
 Patutlah duduk di dalam kota 

Muda menentang dari saujana
Melihat putri terlalu lena
Hati di dalam bimbang gulana
Duduk bercinta tiada semena

Gundah gulana tidak ketahuan
Lalulah pulang muda bangsawan
Setelah sampai ke tanjung tuan
Siang dan malam igau-igauan

Tunduk menyembah si lumba-lumba 
Tuanku jangan berhati hiba 
Daripada bunda sampai ke hamba 
Sekali ini patikkan cuba

Pendendang sudah ia berkata 
Lalulah pulang ia nan serta 
Tinggal terubuk duduk bercinta 
Berendam dengan air mata

Sangat bercinta ikan terubuk 
Berahikan puyu di dalam lubuk 
Hati dan jantung bagai ditumbuk 
Laksana bulan dimakan bubuk

Selama muda duduk bercinta 
Berendam dengan airnye mata 
Berahi mendengar kabar berita 
Seperti melihat denganye mata

Kepada masa terubuk merayu 
Mendengar guruh dayu-mendayu 
Siang dan malam berhati sayu 
Terkenangkan puteri ikan puyu-puyu

Birahinya tidak lagi terkira 
Seperti duduk di atasnya bara 
Siang dan mala berhura-hura 
Hendak bertemu dengan segera

Hatinye mabuk diharu setan 
Sudahlah dengan takdirnya Tuhan 
Siang dan malam igau-igauan 
Nafsu tak dapat lagi ditahan

Duduk bercinta siang dan malam 
Terkenangkan puteri di dalam kolam 
Siangatlah banyak ikan di dalam  
Bertangkap-tangkapan timbul tenggelam   
  
Membawa sepohon batangnya pulai
Datangnya dari Tanjung Balai
Eloknya tidaklah ternilai
Puteri melihat hairan terlalai

Pulainya rendang dengan rampaknya
Di tengah kolam terdiri dianya
Sampailah waktu dengan janjinya
Puteri melompat ke atas pucuknya

Terubuk berenang lalu ke laut
Sekalian ikan ramai yang mengikut
Hati di di dalam terlalu kusut
Bagaikan datang rasanya takut

Hati di dalam sangatlah hiba 
Tuan puteri hendak diriba 
Sudahlah masuk ke dalam rimba 
Siapalah lagi dilawan bersoba

Kehendak tiada Allah sampaikan 
Siang dan malam berhati rawan 
Seperti pungguk merindukan bulan 
Siang dan malam igau-igauan

Demikian muda sangatlah sayu 
Bagai kembang dipukul bayu 
Terkenangkan puteri si puyu-puyu 
Sudah naik ke puncak pulai

Setelah hari hampirkan senja
Puteri bersiap hendak memuja
Jika sungguh asalku raja
Disampaikan Allah barang disaja

Selang tidak berapa antara
Turunlah ribut dengan segera
Kilat dan petir tidak terkira
Datuk nenek turun dari udara

Tidaklah dapat berpandang mata 
Hilang seperti disambar bĂȘta 
Dudukah muda dengan bercinta 
Apalah lagi hendak dikata 

Kehendak Allah sudah dilakukan 
Meskipun sampai dapat dimakan 
Dengan seketika tiada kelihatan 
Akhirnya kelak jadi keampunan



Syair Ikan Terubuk sebuah sastra Melayu, sebuah karya sastra yang tidak diketahui siapa penciptanya (anonim) pada abad ke-19 hanya berupa media lisan dimasyarakat pada masa itu. Terdiri dari 285 bait, karya besar  ini membentangkan kehidupan habitat ikan didalam air, baik air laut maupun air tawar secara lengkap. Syair Ikan Terubuk menjadi sangkakala mantra dalam upacara Semah Laut di Bengkalis yang dilakukan secara turun-temurun, yaitu sebuah upacara mengundang ikan-ikan terubuk melalui cara supernatural sampai berpengaruh ke daerah Labuhan Bilik di Muara Sungai Barumun Labuhan Batu. Dimana masyarakat Labuhan Bilik sekitarnya mempercayai bahwa ikan terubuk yang terdapat disana adalah karena dibawa Pangeran dari Siak (Bengkalis) sebagai tanda persahabatan dengan Kerajaan Panai.

Kisah Syair Ikan Terubuk ini menceritakan tentang dua kerajaan yang memerintah di sekitar kawasan kerajaan air asin (Malaka) dan air tawar (Pagaruyung). Kerajaan air asin diwakili oleh ikan terubuk dan kerajaan air tawar diwakili oleh ikan puyu-puyu. Ikan terubuk dikatakan seolah-oleh ikan puaka yang berasal dari laut di Malaka. Perkataan “puaka” bisa dikaitkan dengan ancaman musuh dan perseteruan. Ikan terubuk sangat tertarik dengan ikan puyu-puyu. Namun ikan puyu-puyu tidak sedikitpun menyukai ikan terubuk.
Dendam rindu menginginkan ikan puyu-puyu sangat mendalam dan terubuk sering merindu siang dan malam. Lalu terubuk sering menyeru dan memuja puyu-puyu. Dikatakan bahwa ikan puyu-puyu itu sangat cantik dan sangat berbudi bahasa.
 
Asal puyu-puyu dikatakan di Tanjung Padang. Ada pendapat mengatakan daerah ini adalah Pagaruyung Minangkabau di Sumatera Barat, sementara ikan terubuk berasal dari Tanjung Tuan (Malaka). Diceritakan juga gambaran rupa paras tuan puteri yang menyerupai puyu-puyu. Terubuk sangat tertarik dan sering membayangkan keayuan wajah puyu-puyu.

Asal usul puyu dikatakan keturunan raja, untuk itu ia meminta dan berdoa kepada Tuhan agar pinta dan doanya akan dikabulkan untuk mengelakkan ancaman terubuk yang tidak disenanginya.

Puyu-puyu mendapat pertolongan Tuhan, doanya dikabulkan. Pertolongan tersebut telah menyelamatkan dirinya daripada ancaman terubuk yang sangat menginginkan dirinya. Lalu dengan berkat datuk neneknya, maka datanglah pertolongan. Pertolongan telah datang dengan perwujudan sebatang pohon pulai yang rindang. Puyu dapat melompat keluar daripada kolam ke pucuk batang pulai. Maka selamatlah puyu daripada incaran ikan terubuk.

Kehilangan puyu-puyu akhirnya diketahui terubuk. Berita kehilangannya telah menyebabkan tuanku bersedih dan mengarahkan supaya segera mencari puyu-puyu. Hajat terubuk ingin bertemu puyu-puyu tidak kesampaian lalu kembalilah terubuk ke laut semula dalam keadaan kecewa.