KOTA KORANG
Sejak dahulu Tanjungbalai dikenal
masyarakat Sumut dan sekitarnya sebagai syurga kuliner bahari (Seafood).
Tanjungbalai dikenal dengan sebutan Kota Kerang, karena dahulu nelayan-nelayan
pencari kerang “pakorang” banyak tinggal di pinggiran-pinggiran sungai di
Tanjungbalai seperti Sungai Asahan (mulai SS. Denki sampai Teluk Nibung),
Sungai Silau (sisi kiri : mulai dari bondang sampai bangsal, sisi kanan : mulai
dari Bandar Jopang sampai Lorong Pucuk), Sungai Pante Burung yang bermuara ke
Sungai Silau (mulai dari Pante Burung sampai Gang Turang), Sungai Dua Sijambi
(kala itu masih bisa dilalui perahu-perahu kecil melalui Selat Lancang dan Pulau Simardan sampai ke Sungai Asahan
(Tanjung Medan), Sungai Tualang Raso di Kapias yang bermuara ke Sungai Asahan,
Sungai Marbau yang bermuara ke Sungai Asahan (mulai dari Lubuk Palas sampai
Arkat), Sungai Teluk Nibung yang bermuara ke Sungai Asahan (mulai dari Pematang
Pasir sampai Teluk Nibung).
Kala itu kerang dan kepah sangat
mudah di dapat di beting Kuala Bagan. Menempuh perjalanan 1-2 jam dari
Tanjungbalai menggunakan perahu kecil berpendayung kayu ditambah layar kecil
bilamana angin berembus bagus. Biasanya para nelayan mau berangkat ke laut “iler”
terlebih dahulu melihat pasang surut air dan arah angin berembus. Bila hendak “iler”
biasanya saat air sungai mulai surut karena arus akan membantu mereka menuju ke
laut. Bila hendak pulang “batambat” biasanya saat air sungai mulai naik pasang karena
arus dari laut akan menuju ke hulu. Sekarang ini para nelayan apalagi nelayan
modern sudah tidak bergantung lagi pada alam. Mesin dan peralatan komunikasi
seakan menisbikan hubungan manusia dan alam.
Pakorang tradisional kala itu
masih menggunakan alat tangkap yang sangat sederhana berupa penggaruk dari besi
berbatang kayu. Ekosistem dan biota laut sangat terjaga dan dilindungi. Hasil
melimpah dan mudah diambil, semua tergantung kemauan dan tenaga saja.
Hasil tangkapan para “pakorang” dan
“pakopah” ditampung oleh tokeh-tokeh untuk di jual di Pasar Tanjungbalai di Jl.
Veteran (Pajak Ikan) atau dikirim ke daerah lain menggunakan truk. Masa itu
belum ada ekspor hasil laut dari Tanjungbalai ke negeri seberang. Untuk kepah
yang sudah dikupas ataupun berkulit yang dikemas dimasukkan dalam sumpit-sumpit
pandan ada juga di jual eceran dan parti kecil yang dikemas dalam botol-botol,
sentranya masa itu berada di Lorong Pucuk. Sebagian kepah ini diolah oleh
masyarakat sebagai “pekasam kepah”.
Hasil yang melimpah ini tanpa diimbangi
pasar yang baik dilihat oleh para pedagang dan tokeh-tokeh non pribumi sebagai
peluang. Mulailah sejak saat itu timbul pengolahan kerang kupas dan kepas kupah
kering yang tahan lama dan dapat dipasarkan jauh bahkan ke Pulau Jawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar